Jumat, 15 Maret 2019

Mengintegrasikan Nilai-Nilai Islam dalam Pendidikan Keagamaan



Judul Buku         : Pendidikan Agama Islam Integrasi Nilai-Nilai Aqidah,
                               Syariah, dan Akhlak
Penulis                 : Enang Hidayat, M.Ag.
Penerbit               : Remaja Rosdakarya, Bandung
Cetakan               : I, Januari 2019
Tebal                   : 210 Halaman
Harga                  : Rp 48,000 /-
ISBN                    : 978-602-446-305-2
 Peresensi               : Ahmad Fatoni, Pengajar Pendidkan Bahasa Arab Fakultas
  Agama Islam UMM
 

PENDIDIKAN Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa di perguruan tinggi yang sarat dengan nilai-nilai (aqidah, syariah, dan akhlak). Akidah merupakan ruh bagi PAI sebab ia terkait dengan masalah ketuhanan. Syariah dalam arti luas ialah peraturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Sementara akhlak adalah buah dari pengamalan kedua ajaran sebelumnya.
Ketiga ajaran tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya dan merupakan bagian integral dalam pendidikan Islam  (hal.iii-iv). Jika manusia abai terhadap nilai-nilai aqidah, syariah, dan akhlak, niscaya akan mengalami kerugian dan kehinaaan. Kalau pun tidak di dunia, akhirat pasti menantinya. Selain menjadi inti dan primadona bagi PAI, senyatanya ketiga nilai itu juga mendasari pendidikan-pendidikan lain.
Di sisi lain, PAI di perguruan tinggi secara umum masih berada di pinggiran, walau secara ideal mata kuliah PAI mestinya berperan di “pusat”. Kesan marjinalisasi mata kuliah PAI dikukuhkan oleh sebagian pimpinan perguruan tinggi yang menganggap mata kuliah keagamaan sebagai mata kuliah pelengkap.
Nasib mata kuliah keagamaan tidak hanya sampai di situ, akibat rasio jumlah mahasiswa PAI yang tidak ideal dan proporsional, mahasiswa tidak dapat diperhatikan lagi. Petakanya lagi, mata kuliah keagamaan terkadang digeser ke semester pendek yang hanya dilakukan beberapa pertemuan saja. Lebih parah lagi, ada beberapa perguruan tinggi yang justru menghilangkan perkuliahan agama.
Kesan sebagian pihak selama ini, materi mata kuliah keagamaan yang ada terasa belum mampu berperan sebagai urat nadi pengembangan iptek dan pedoman perilaku keseharian, baik dalam kerja sebagai ilmuwan maupun dalam pergaulan sosial. Termasuk orientasi mata kuliah PAI di beberapa perguruan tinggi tampak jauh dari idealisme pendidikan agama yang dapat membentuk peserta didik yang salih.
Belum lagi ditinjau dari segi metodologi, metode pembelajaran PAI masih menggunakan cara-cara tradisional, normatif ahistoris, dan akontekstual. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyak tenaga pengajar yang kurang mampu melakukan elaborasi, inovasi, dan kreasi materi yang sebenarnya dapat didialogkan dengan konteks sosial budaya.
Pendekatan doktriner dan metode ceramah cukup dominan dalam proses pembelajaran PAI. Doktrin keagamaan diterima sebatas sesuatu yang harus diimani, diterima tanpa kritik, dan merupakan barang jadi yang siap pakai. Wilayah keislaman terkesan begitu sempit, seputar rukun iman dan rukun Islam ditambah dengan seperangkat aturan tata krama dalam pergaulan sehari-hari.
Padahal mata PAI termasuk pada kelompok pengembangan kepribadian yang semestinya menjadi barometer dalam membangun karakter dan moral bangsa. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam membentuk kesadaran, cara pandang, dan cara bersikap terhadap realitas (hal. 96).
Enang Hidayat melalui buku ini ingin mengubah image PAI yang terkesan masih sangat memprihatinkan baik dari segi konsep pendidikan yang disalahartikan, orientasi, kurikulum yang terbatas pada aspek normatif dan kurang menyentuh realitas, materi dan muatan yang belum jelas, metodologi yang parsial, dan dosen yang kurang mampu menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam upaya pembentukan karakter peserta didik.
Ikhtiar penulis mencoba melakukan integrasi nilai-nilai aqidah, syariah, dan akhlak ke dalam proses pembelajaran PAI secara gamblang disertai dalil dan contoh konkret yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan model pembahasan semacam ini, setiap pembaca dapat dengan mudah memahami dan mewujudkannya.
Paradigma yang mendasari penulisan buku ini adalah paradigma yang melihat agama sebagai sesuatu yang dinamis dan hidup dalam setiap aspek kehidupan. Agama bukanlah sekedar seperangkat aturan normatif untuk memenuhi kebutuhan spritualitas manusia, melainkan sebagai pandangan hidup yang akan membentuk cara pandang terhadap realitas kehidupan.  
Sajian buku ini dapat dijadikan sebagai kawan dialog bagi mahasiswa, dosen dan pihak lain yang peduli terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan agama, terutama dalam proses pembelajaran PAI. Semua pembahasannya mengindikasikan universalitas ajaran Islam dengan seperangkat nilai-nilai demi mengkreasikan masyarakat yang berkeadaban.

* Tulisan ini dimuat di harian Malang Post, Minggu 24 Februari 2019.