Judul Buku : Kaidah
Fikih Muamalah
Penulis :
Enang
Hidayat, M.Ag.
Penerbit : Remaja Rosdakarya, Bandung
Cetakan :
I,
Februari 2019
Tebal :
ix
+ 330 halaman
ISBN : 978-602-446-317-5
Peresensi : Ahmad Fatoni
Praktisi PBA FAI Universitas Muhammadiyah Malang
MEMAHAMI
kaidah fikih muamalah merupakan hal yang urgen terutama bagi para peminat kajian ekonomi
dalam tinjauan syariat. Penguasaan terhadapnya akan mengetahui
benang merah berjuta persoalan dalam
hukum Islam dan menjadikan pelaku ekonomi lebih arif di
dalam menerapkan fikih dalam waktu dan tempat yang berbeda atas kasus, adat, dan kondisi yang
berlainan.
Kaidah fikih muamalah merupakan kumpulan hukum universal
tentang persoalan muamalah harta dan hak milik (maliyah) yang
dikemukakan para ulama, guna membantu memecahkan persoalan kemanusiaan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga menghasilkan keputusan yang bijaksana, logis,
dan tentu saja sesuai dengan aturan syariat.
Pentingnya ilmu kaidah fikih muamalah karena dapat memberi
kemudahan di dalam merumuskan hukum atas kasus-kasus baru yang belum jelas dalilnya
dan memungkinkan menghubungkannya dengan kemaslahatan masyarakat. Selain memberi kepastian hukum, juga
memudahkan dalam mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul seiring dengan perkembangan zaman.
Kaidah fikih muamalah
dikatakan penting dilihat dari beberapa manfaat. Antara lain, dari sudut
sumber, kaidah merupakan media bagi peminat fikih muamalah untuk memahami dan
menguasai hikmah dan filosofi hukum syariat (maqasid al-syari’at), sebab dengan mendalami beberapa nash,
ulama dapat menemukan persoalan esensial dalam persoalan tertentu.
Kedua, dari segi perumusan hukum atas suatu masalah (istinbath
al-ahkam), kaidah fikih muamalah
mencakup beberapa persoalan yang sudah dan belum terjadi. Karena itu, kaidah fikih
muamalah dapat dijadikan sebagai salah satu alat dalam menyelesaikan
persoalan transaksi perekonomian yang belum ada ketentuan atau kepastian
hukumnya dan Quran mauan Hadis (hlm.6).
Buku Kaidah Fikih Muamalah ini memaparkan kaidah-kaidah
yang terkait dengan muamalah maliyah yang sering kita praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial. Di dalamnya dibahas ratusan
kaidah yang dikemukakan para ulama mazhab yang empat dengan beragam
referensinya masing-masing.
Dalam buku ini terdapat sejumlah kaidah-kaidah fikih dirumuskan
sebagai bagian dari fatwa ulama, yang menyinggung persoalan perilaku ekonomi umat Islam. Ambil contoh satu kaidah, misalnya, ‘al-aadah muhakkamah (kebiasaan dapat menjadi dasar hukum). Dalam suatu masyarakat,
transaksi jual beli dalam skala kecil biasa dilakukan tanpa harus menyebutkan akadnya.
Bila antara
penjual dan pembeli sudah saling memahami, sebagaimana kebiasaan pada
masyarakat yang bersangkutan, maka proses transaksi yang memberi kemudahan
tersebut dianggap sah.
Di antara kaidah fikih yang paling mendasar dalam masalah tersebut
adalah al-aslu fi al-mu’amalah al-ibaahah illaa an-yadull daliil ‘alaa
tahriimihaa (Segala bentuk
muamalah pada dasarnya adalah mubah (boleh) kecuali ada dalil yang
mengharamkannya). Ini menjadi landasan
hukum bagi setiap bentuk transaksi perdagangan dan ekonomi
menjadi halal kecuali ada alasan lain
yang melarangnya.
Kaidah di atas bisa menjadi rujukan dalam kasus
perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak pelaku akad muamalah, baik jual
beli, sewa menyewa, gadai, atau selainnya. Bila terjadi perselisihan di antara mereka terkait dengan
persyaratan, harga, atau hal-hal lainnya, maka pihak yang lebih kuat alasannya
yang lebih dikuatkan perkataannya. Dalam akad jual beli, misalnya, terkadang
yang lebih dikuatkan adalah perkataan si penjual dan adakalanya yang lebih
dikuatkan adalah perkataan si pembeli. Dalam kasus perselisihan semacam ini,
sering kali penyelesaiannya dikembalikan kepada hukum asal dari permasalahan
yang bersangkutan.
Demikian pula, berkaitan dengan cacat pada barang yang
diperjual belikan, jika telah terjadi akad jual beli kemudian si pembeli
menyatakan ada cacat pada barang maka hukum asalnya cacat tersebut tidak ada,
kecuali jika ada bukti pendukung. Dan hukum-hukum asal lainnya sebagaimana dijelaskan
para ulama. Dalil Yang Mendasarinya disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud: Jika
terjadi perselisihan antara dua orang yang melakukan muamalah dan tidak ada
bukti pendukung antara keduanya maka perkataan berpihak kepada pemilik barang
atau keduanya saling membatalkan jual beli itu.
Kaidah ini mempunyai contoh penerapan yang cukup banyak,
terutama berkaitan dengan permasalahan muamalah. Suatu contoh, jika seseorang telah membeli sebuah
mobil. Selang beberapa hari kemudian ia datang kepada si penjual dan mengatakan
ada cacat pada mobil itu. Maka hukum asal dari dakwaan ini adalah tidak
diterima kecuali jika si pembeli bisa mendatangkan bukti kebenaran dakwaannya
tersebut. Karena hukum asal dari barang yang sudah dibeli adalah bebas dari aib
(cacat).
Singkat kata, pemahaman terhadap kaidah-kaidah fikih
muamalah adalah mutlak diperlukan untuk melakukan suatu “ijtihad” atau pembaruan pemikiran.
Para ulama terdahulu, sejak akhir abad ke-2 Hijriyyah telah merintis batu
peletakan kaidah-kaidah fikih muamalah melalui karya-karya agung mereka, yang
sampai kini masih terlihat manfaatnya sebagaimana tertuang dalam buku ini.
*Resensi buku ini dimuat di Malang Post, edisi Minggu 23 Juli 2019.