Senin, 01 April 2019

Membangun Karakter Sesuai Ajaran Tuhan



Judul Buku         : Pendidikan Karakter Ajaran Tuhan
Editor                  : Prof. Dr. Ahmad Tafsir
Penerbit              : Rosdakarya, Bandung
Cetakan              : I, Desember 2018
Tebal                     : 250 halaman
ISBN                      : 978-602-446-296-3
Peresensi            : Ahmad Fatoni, Pengajar Pendidikan Bahasa Arab UMM
                           
 

ADA yang beranggapan bahwa keberhasilan proses pendidikan ditentukan oleh seberapa jenius otak setiap anak didik. Semakin ia jenius maka semakin dianggap sukses. Semakin ia meraih predikat juara kelas berturut-turut, maka semakin sukseslah ia.

Padahal, tak jarang anak didik yang sukses di masyarakat justru tidak mendapat prestasi gemilang di sekolahnya. Sebab kesuksesan tidak melulu terkait kecerdasan otak saja. Akan tetapi, kesuksesan ternyata lebih ditentukan oleh kecakapan membangun hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Kecakapan membangun hubungan dengan tiga pilar (Tuhan, diri sendiri, dan sosial) tersebut merupakan ciri-ciri karakter yang dimiliki orang-orang sukses. Setiap hasil hubungan itu akan memberikan penyadaran tentang pentingnya pendidikan karakter sejak dini yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak didik.

Sebagaimana diungkap buku Pendidikan Karakter Ajaran Tuhan ini, pembentukan karakter harus melibatkan aspek iman, ibadah, dan akhlak, yang kini dikenal dengan pendidikan agama (hlm.41). Agama (Islam) sendiri isinya adalah cara hidup. Maka pendidikan agama adalah pendidikan yang menyeluruh tentang kehidupan. Inilah esensi sesungguhnya dari pendidikan karakter yang notabene bermuara dari ajaran Tuhan.

Mengutip QS. Al-Baqarah: 38, Ahmad Tafsir menyimpulkan, tujuan pendidikan Islam sebetulnya amatlah sederhana, yaitu agar manusia mengetahui cara hidup dan hidup dalam cara itu. Dalam konteks pendidikan anak, teori pertama dalam pendidikan agama adalah bagaimana anak didik beriman kepada Allah, kendati pun anak itu belum mampu memikirkannya. Berbeda dengan konsep pendidikan Barat yang lebih memprioritaskan perkembangan pemikiran peserta didik.

Berdasarkan ujaran Luqman kepada anaknya yang terekam dalam QS. Luqman: 14-19, penulis lalu secara rinci mengulas 6 prinsip pendidikan Islam; ajakan untuk beriman, penghormatan kepada orangtua, shalat, amar ma’ruf nahi munkar, sabar, dan tidak sombong. Sampai di sini belum ada pendidikan akal agar berfikir kritis, menganalisis, dan sebangsanya. Pendidikan Islam lebih mendahulukan 6 prinsip di atas sebagai fondasi keterampilan apapun.

Selama ini, umumnya orang membincang kegagalan pendidikan jika sebuah lembaga pendidikan tidak menghasilkan lulusan yang siap pakai karena tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Bahkan, sebagian orang menganggap inilah masalah yang paling besar dalam pendidikan. Menurut Ahmad Tafsir, cara berfikir semacam itu adalah cara pandang pragmatis.

Tulis Ahmad Tafisr selanjutnya, kemanusiaan manusia ada di dalam batinnya. Batin itulah yang mengendalikan manusia. Itu sebabnya pendidikan Islam senyatanya mengutamakan pembinaan hati. Hakikat kesuksesan manusia tidak hanya mengandalkan keberhasilan secara lahiriyah, melainkan juga mengedepankan keberhasilan secara batiniyah yang tersusun dari akan dan hati sekaligus yang pada gilirannya mewujud dalam perilaku peserta didik.

Kenyataanya, kegagalan utama pendidikan kita justru terletak pada pendidikan akhlak sehingga menyebabkan krisis berkepanjangan. Pendidikan kita memang telah berhasil mencetak peserta didik yang pintar secara akademik, namun sering tidak cerdas akhlaknya. Memang, lembaga pendidikan Islam cukup mampu mengajar bagaimana tata cara shalat, mengajak puasa, mendorong pergi haji, atau menyemangati bayar zakar, tetapi kerap gagal menanamkan akhlak mulia. 

Buku ini lahir dari ragam artikel penulis yang pernah berserak di berbagai surat kabar. Sebagiannya merupakan adaptasi dari beberapa makalah yang pernah disiapkan dalam forum seminar, diskusi atau work shop, atau sekadar untuk bahan ceramah. Sebagian tulisan bahkan ditulis tahun 1960-an, namun tetap relevan dengan perkembangan pendidikan saat ini. Kelebihan sekaligus ciri khas tulisan Ahmad Tafsir, buku ini pun ditulis pendek-pendek dengan bahasa yang “gurih dan renyah” sehingga tidak membosankan. 
Buku semacam ini dapatdijadikan pedoman, terutama para guru dan orangtua, untuk membimbing akhlak anak-anak agar tumbuh menjadi generasi yang salih. Tak pelak, pendidikan pokok anak-anak dapat dimulai dengan penanaman iman, lalu pembiasaan karakter yang luhur, menundukkan hawa nafsu, di bawah naungan ridha Ilahi. Dengan begitu, lingkungan sosial dapat diperbaiki melalui pembangunan karakter sesuai ajaran Tuhan.

(Resensi ini dimuat di harian Malang Post, Minggu 31 Maret 2019)
https://www.malang-post.com/ragam/budaya/membangun-karakter-sesuai-ajaran-tuhan?fbclid=IwAR1UvahTWlubN1qHiGJla6YczPsYqw9J4mvbM9sJ5uS1n4TgkZBA7sY3XiY