Jumat, 01 Desember 2017

Memburu Kesetiaan Cinta dari Langit



Judul                           : Sajak Langit 
Penulis                        : I’ana Penoreh Tinta 
Penerbit                       : CV. Dream Litera Buana, Malang 
Cetakan                       : I, 2016 
Tebal                           : 342 halaman 
ISBN                           : 978-602-1068-52-0 
Peresensi                   : Ahmad Fatoni, Penggiat Pusat Studi Islam dan Filsafat UMM
Di publikasikan oleh : Malang Post https://malangpost.net/ragam/resensi/memburu-kesetiaan-cinta-dari-langit

CINTA, adalah kata-kata yang akrab muncul dalam puisi, syair lagu, novel, cerpen, tayangan sinetron, dan juga dalam khutbah kehidupan. All you needed loves, kata John Lennon bersama Beatles-nya. Cinta adalah segala-galanya.
Akan tetapi, irama kehidupan sering kali terdengar paradoks, bahkan terasa saling mengejek dan saling mengecoh. Seiring mimpi-mimpi yang begitu fantastik dan memukau, alam nyata berulang kali menyodorkan kepahitan, termasuk dalam ruang percintaan.
Betapa menyedihkan jika cinta berbuah petaka. Buntungnya, yang tertinggal kemudian berubah menjadi sinisme, kebencian, dan keputusasaan: Jauh denganmu membuatku pinus/ Kamu tak perlu mencangkuliku/ Karena aku sudah seperti tanaman kering tiada berair/ Tatapku sudah terisolasi (Bintang, hal.12).
Padahal, alangkah indahnya dunia pacaran, selalu asyik masa-masa pendekatan. Bunga-bunga tampil warna-warni, janji-janji berkilatan. Sesaat cinta didapat, segalanya menunjukkan perhelatan kekuasaan. Mulai ketahuan belangnya, semua-mua semu belaka, penuh siasat demi mengisap madu cinta. Tidak ada ketulusan di sana, persis seperti para politikus busuk berebut kursi dengan cara-cara manipulatif.
Andai masih ada cinta murni nan tulus, tentu segalanya berjalan lurus. Namun akhirnya dimengerti, di sana-sini berlumpur noda kepalsuan, ada noktah kepura-puraan, hasrat bertendens, dan nafsu berselimut modus. Ketika tujuan-tujuan terselubung tercapai, terurai pula topeng aslinya: Hujan/ Di tengah rintikmu, terdapat kebutaan akan air mata/ Di tengah derasmu, tersisa ketulian akan teriakan/ Di tengah sejukmu, ada pilu yang mendalam (Hujan, hal.16).
Sajak-sajak cinta yang ditulis I’ana Penoreh Tinta (IPT) dalam Sajak Langit ini bukanlah puisi gelap, yang sulit dipahami. Bacalah perlahan, dan nikmati hikmahnya. Tentu, cinta dalam buku kumpulan sajak ini sangat beragam maknanya. Ia bisa cinta antara pemuda dan perempuan belia. Ia bisa cinta antara anak dan orangtuanya, atau sebaliknya. Ia juga bisa cinta antara hamba dan Tuhannya. Cinta pada tanah air, cinta pada diri sendiri, atau cinta pada kesetiaan dan kejujuran. 
Sajak yang penuh deklarasi ini sangat boleh jadi ditulis oleh subjek pelaku yang ingin diakui dan dimengerti sebagai petualang yang tangguh, bukan pendamba cinta yang mudah patah arang dalam kecewa: Malam pelukis langit yang menderu akan derap langkah penuh harap/ Pada-Mu Sang Pengasih kusandarkan diri dengan tegap…(Cahaya Langit, hal.23).
Seorang penyair senyatanya memang mengajak pembaca, selain demi menikmati pesona kata-kata, juga untuk melongok hingga ke ceruk terdalam kehidupan, dan dari sana pembaca dapat belajar ihwal kehidupan itu sendiri. Sajak tak sepantasnya bila hanya sekedar nyanyian yang lahir dari kepedihan jiwa atau senyuman bibir belaka, demikian kata Kahlil Gibran.
Itu sebabnya, melalui untaian sajak yang puitik, getir seorang penyair bukan lagi menjadi kegundahan personal. Pembaca turut pula merasakan denyut batin sang penyair ketika harus melihat sekaratnya nilai-nilai ketulusan akibat perilaku culas para petualang asmara, penjahat kelamin dan sebangsanya. Lewat rakitan kata per kata, seorang penyair dapat pula mengaduk-aduk emosi perlawanan atas segala wujud penistaan atas nama cinta.
Dalam buku setebal 216 halaman ini, IPT yang juga dikenal sebagai motivator, menyertakan hanya sepersepuluhnya (hal.1-25) untuk karya sajak. Selebihnya buku ini berisi untaian kata mutiara, intisari kebijakan, isyarat-isyarat kemuliaan, yang bisa menjadi inspirasi, bahkan sumber motivasi yang menguatkan seseorang dalam menghadapi pernak-pernik keganjilan hidup. Kemampuan IPT dalam menelanjangi paradoks, lalu mengubahnya menjadi energi untuk tetap tabah walau dalam diam yang menyakitkan.
IPT senyatanya bukan nama tersohor dalam dunia persajakan Indonesia. Karyanya gampang dicerna baik kosa kata, gaya bahasa, atau idiom, juga teknik penyampaiannya terang benderang. Ia masuk dalam golongan bright poet society. Buku sajak jenis ini sangat cocok untuk masyarakat awam yang lebih terdidik oleh sastra televisi atau sastra Koran.
Namun yang terpenting, IPT telah mengajak pembaca bagaimana menyikapi dan menghadapi dua hal yang bertolak belakang. Itulah dinamika hidup yang selalu menuntut adanya proses menuju yang sejati. Kita dapat menimba banyak hikmah dari coretan hati penyairnya yang hingga penerbitan buku ini masih memburu tambatan cinta sejatinya sebagai sang belahan jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar