Judul Buku :
Islam dan
Transformasi Islam Nusantara
Penulis :
Moeflich Hasbullah
Penerbit :
Kencana, Jakarta
Cetakan :
I, September 2017
Tebal :
xix + 289 halaman
ISBN : 978-602-422-193-5
Peresensi : Ahmad Fatoni
Pengajar PBA Universitas Muhammadiyah Malang
Islam Indonesia sungguh
mengispirasi para ilmuwan sosial untuk mengurai simpul-simpul sejarah di
dalamnya dan mengungkap kekayaan historis-religius-kulturalnya sehingga
memproduksi apa yang disebut Ricklefs dan William Roff sebagai “knowledge
industry.”
Kenyataannya, riset-riset
besar dan mendalam yang telah memengaruhi jagat ilmu pengetahuan sosial muncul
dari bumi Nusantara. Ambil contoh, The Religion of Java-nya Clifford
Geertz yang menjadi trade-mark dalam dunia antropologi dan Jaringan
Ulama-nya Azyumardi Azra yang berpengaruh luas terhadap berbagai kajian
tentang ulama Nusantara selanjutnya. Kedua karya magnum opus tersebut terus
merangsang pertumbuhan diskursus Islam Indonesia hingga kini.
Selain dua karya itu,
sebelum dan sesudahnya, panggung sejarah Indonesia telah mengenalkan nama-nama
besar dengan aneka karya monumentalnya. Misalnya W. F. Wertheum, Schrieke, dan
J. C. van Leur yang menulis Sejarah Sosiologis Indonesia, Graaf-Pigeaud
yang menggarap Kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, Deliar Noer yang meneliti
Gerakan Modern Islam dan Partai Masyumi, Jajat Burhanudin yang mengkaji Sejarah
Ulama dan Kekuasaan, dan Yudi Latif yang menghasilkan Geneologi
Intelegensia Muslim. Ada juga buku sejarah Islam yang sangat populer yaitu Api
Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara.
Buku yang dipaparkan Moeflich Hasbullah ini
juga didorong oleh kehadiran Islam di bumi Nusantara. Penulis berhasil
mengungkap proses transformasi masyarakat yang dipicu adanya pengaruh agama sebagai
driving force dalam perubahan sosial, politik, dan budaya masyarakat
Indonesia, dari masa klasik hingga masa modern.
Melalui kekuatan
transformatifnya, Islam memainkan perannya yang signifikan sebagai penentu
pendulum sejarah Indonesia. Begitu sentralnya peranan Islam, muncul adagium,
tidak valid sebuah studi sosial, politik, dan budaya di negeri ini tanpa
melibatkan pengaruh Islam di dalamnya. Bahkan transformasi Islam tidak hanya
diperankan oleh gerakan-gerakan dan organisasi, namun juga oleh
kekuatan-kekuatan individu terutama sosok ulama atau para tokoh agama.
Hanya, kajian sejarah
mengenai islamisasi Nusantara nyaris selalu menyuguhkan kerumitan-kerumitan
tersendiri mengingat Islam lahir dari rahim Timur Tengah, terutama Arab Saudi
melalui transformasi agama dan budaya yang begitu kompleks. Faktor kepentingan
dan subjektivitas agama dan ideologi para sejarawan adalah aspek lain yang
menambah benang kusut teoretis tentang awal kedatangan Islam ke Nusantara.
Pada masa Orde Baru, misalnya,
polemik terkait perode masuknya Islam pernah menghangat antara “sejarawan
akademik” dan “sejarawan istana”. Latar belakang ideologis kaum abangan dalam
rezim Orde Baru yang terkesan memusuhi Islam, menunjukkan usaha-usaha reduksi
peranan Islam dalam sejarah Indonesia. Sejarah versi penguasa pun digoreskan
lewat tangan-tangan sejarawan istana. Sekadar contoh, demi memelihara imajinasi
kebesaran Hindu di masa lalu, dipromosikan propaganda kuno bahwa Indonesia
disatukan oleh Sumpah Palapa Gajah Mada.
Sementara Islam dan para
ulama yang berperan sebagai ikon pemersatu gerakan nasional melalui
gerakan-gerakan pemberontakan selama kekuasaan kolonial, seperti diakui oleh
sejarawan asing, diabaikan. Padahal organisai Sarekat Islam, contohnya, selain
bersifat masif dan berskala nasional dengan jumlah anggotanya mencapai jutaan
di seluruh Indonesia, pada kongres pertamanya di Bandung tanggal 17-24 Juni
1916 sudah memasyarakatkan istilah “nasional” dan memelopori tuntutan Indonesia
merdeka.
Selama ini orang lebih mengenal
tanggal pengukuhan berdirinya Budi Utomo 20 Mei 1908 sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Padahal hingga kongresnya tahun 1931 di Solo, organisasi yang
membatasi keanggotaannya pada kalangan aristokrat Jawa itu menolak cita-cita
persatuan Indonesia dan tetap memertahankan Jawanisme hingga kemudian
membubarkan dirinya karena tidak sesuai dengan semangat zaman.
Tak pelak, perseteruan
antara “sejarawan akademik” dan “sejarawan istana” pun menyeruak menyangkut
masuknya Islam ke Indonesia dan juga berbagai topik sejarah lain. Itu sebabnya,
sebagian kalangan menyerukan “pelurusan sejarah” yang selama ini sering kali bias
dan sengaja dibengkokkan.
Bagaimanapun, proses islamisasi Nusantara tetapsaja menyimpan misteri sekaligus merupakan kajian yang menantang. Keunggulan bukuini setidaknya memberi jalan bagi pembaca untuk mengoreksi atau memerkuat sebuahteori. Selain menantang, penelusuran sejarah islamisasi Nusantara demikian rumitkarena wilayah Nusantara yang sangat luas serta bukti-bukti historis yangkurang memadai. (Resensi atas buku "Islam dan Transformasi Masyarakat Nusantara" di Harian Malang Post, edisi Sabtu 24 Maret 2018). https://www.malang-post.com/ragam/budaya/menelusuri-belantara-kajian-islam-di-nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar