Rabu, 04 Oktober 2017

Menata Ulang Konstruksi Pendidikan Islam






Judul Buku   : Paradigma Pendidikan Islam; Analisis Historis, Kebijakan, dan Keilmuan
Penulis         : Prof. Dr. Faisal Ismail, M.A.
Penerbit       : Remaja Rosdakarya, Bandung
Cetakan       : I, Mei 2017
Tebal           : 384 Halaman
ISBN            : 978-602-446-051-8
Peresensi    : Ahmad Fatoni, pengajar Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Malang


Buku ini menawarkan rekonstruksi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan modernitas yang semakin kompleks. Diakui atau tidak, potret pendidikan Islam yang diselenggarakan para perancang dan praktisi yang bergerak di dunia pendidikan Islam, justru memperlihatkan kesenjangan yang cukup tajam antara doktrin dan praktik, antara cita dan fakta.
Akibatnya, pendidikan Islam kerap dikesan sebagai aktivitas pembelajaran yang hanya mengurusi masalah-masalah ritual. Sementara kajian di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, manajemen, kesehatan, pertanian, kelautan dan sebagainya kurang menjadi perhatian serius. Pemisahan ilmu dalam penyelenggaraan pendidikan Islam semacam itu pada gilirannya akan menghambat kemajuan peradaban umat Islam itu sendiri.
Selain adanya pemisahan ilmu agama dari kebutuhan riil masyarakat modern, pendidikan Islam hingga kini seolah dalam posisi problematik. Di satu sisi, umat Islam berada pada romantisme historis karena pernah memiliki para ilmuwan besar yang memiliki kontribusi bagi peradaban dan ilmu pengetahuan dunia. Namun di sisi lain, pendidikan Islam tidak berdaya saat berhadapan dengan realitas masyarakat industri.
Kenyataan di atas kiranya dapat dikaitkan dengan pendidikan agama Islam yang selama ini lebih menekankan pada hubungan formalitas antara hamba dan Tuhannya. Pada waktu yang bersamaan, Islam diajarkan lebih pada tingkat hafalan, padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus dipraktikkan.
Penulis buku ini mencoba melakukan penelusuran terhadap paradigmatik dan rekonstruksi pendidikan Islam yang berkembang selama ini. Dilihat dari tridomain pendidikan (domain kognitif, afektif, psikomotorik), sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD'45, sesungguhnya lebih banyak didominasi oleh domain afektif atau cenderung kepada pembentukan sikap. Dalam konteks pendidikan Islam, kecerdasan dan keterampilan senyatanya berasaskan nilai-nilai luhur seperti keimanan, akhlak yang mulia, dan amal salih.
Celakanya, fakta di lapangan kerap menyuguhkan perilaku peserta didik yang memalukan. Sekedar contoh, peserta didik yang kelak diharapkan menjadi penentu sejarah masa depan bangsa, akrab dengan pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, tawuran dan aneka perbuatan tak sedap lainnya. Kasus-kasus itu mengindikasikan betapa rendah dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual generasi bangsa.
Nilai-nilai Islami yang semestinya memiliki posisi strategis dalam konsep pendidikan nasional tampaknya tidak berperan secara riil dalam membentuk kepribadian peserta didik. Problem itu diduga akibat dari beberapa faktor, antara lain: buku pelajaran yang digunakan kurang mengarah pada integrasi antara sains dan agama, implementasi strategi belajar-mengajar yang belum relevan dengan tuntutan kurikulum, dan lingkungan belajar belum kondusif bagi berlangsungnya suatu proses pembelajaran.
Itu sebabnya, Faisal Ismail mengusung wacana rekonstruksi paradigma pendidikan Islam sebagai upaya mewujudkan pendidikan yang integratif dan diharapkan  melahirkan manusia-manusia unggul yang berpredikat ulul albab, yakni sosok yang memiliki kekuatan dzikir, fikir, dan amal salih.
Buku Paradigma Pendidikan Islam ini menganalisa secara kritis paradigma pendidikan Islam baik pada wilayah konsep dan landasannya yang dilakukan oleh para pemikir dan praktisi pendidikan Islam. Upaya penulis penting diapresiasi mengingat wajah pendidikan Islam sampai hari ini belum sepenuhnya berhasil untuk mencetak lulusan yang cerdas, baik secara akademis maupun moral dan spiritual.
Ikhtiar penulis tentu membutuhkan proses panjang yang harus didukung dengan kebijakan pemerintah demi menanamkan karakter anak didik. Sayangnya, hingga kini pendidikan sering kali dipolitisasi sedemikian rupa untuk mengabdi pada kepentingan penguasa. Aroma kebijakan mengenai ujian nasional, salah satu contohnya.
Apa yang menjadi ikhtiar penulis buku ini sejatinya menjadi gambaran betapa tingginya harapan publik terhadap kontribusi pendidikan Islam untuk menjawab setiap tantangan dan semangat zaman. Pendidikan Islam yang diidealkan ke depan adalah tidak saja tangguh dalam konsep dan landasannya, melainkan juga efektif dalam operasional dan manajerialnya.

(Dimuat Harian Malang Post, Minggu 1 Oktober 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar